Analisis Kode Sastra

A.              Membaca dan Menilai Sastra oleh A. Teeuw
Membaca dan menilai sebuah karya sastra bukanlah sesuatu yang mudah. Setiap pembaca roman atau puisi, baik modern atau pun klasik, pasti pernah mengalami kesulitan, merasa seakan-akan tidak memahami apa yang dikatakan atau pun dimaksudkan oleh pengarangnya. Proses membaca adalah memberi makna kepada sebuah teks tertentu yang dipilih atau yang dipaksakan kepada kita yakni proses yang memerlukan pengetahuan system kode yang cukup rumit, kompleks, dan aneka ragam. Untuk memahami sebuah karya sastra, pembaca harus menguasai berbagai macam sistem kode, baik kode bahasa, kode budaya, maupun kode sastra (Teeuw, 1983: 15).

1.    Kode Bahasa
Faktor pertama yang dalam model semiotik sastra harus diberi tempat yang selayaknya adalah bahasa, sebagai sistem tanda yang kompleks dan beragam. Bahasa merupakan sistem pembentuk model yang primer, yang mengikat baik penulis maupun pembaca, tidak hanya dalam arti bahwa kedua-duanya harus mengetahui bahasa yang dipakai dalam karya sastra, tetapi juga dalam arti bahwa keistimewaan struktur bahasa itu secara luas membatasi dan sekaligus menciptakan potensi karya sastra dalam bahasa tersebut.

2.    Kode Sastra
Kode sastra adalah kode yang berkenaan dengan hakikat, fungsi sastra, karakteristik sastra, kebenaran imajinatif dalam sastra, sastra sebagai sistem semiotik,sastra sebagai dokumen sosal budaya, dan sebagainya. Menurut Teeuw (1991: 14),sesungguhnya kode sastra itu tidak mudah dibedakan dengan kode budaya, meskipunbegitu, pada prinsipnya keduanya tetap harus dibedakan dalam kegiatan membaca dan memahami teks sastra.

3.    Kode Budaya
Kode budaya adalah pemahaman terhadap latar kehidupan, konteks, dan sistem sosial budaya. Menurut Chapman (1980: 26), kelahiran karya sastra diprakondisikan oleh kehidupan sosial budaya pengarangnya. Karena itu, sikap dan pandangan pengarang dalam karyanya mencerminkan kehidupan sosial budaya masyarakatnya. Sejalan dengan itu, Rachmat Djoko Pradopo (2001: 55- 56), menyatakan bahwa karya sastra sebagai tanda terikat pada konvensi masyarakatnya, karena merupakan cermin realitas budaya masyarakat yang menjadi modelnya.
Untuk memahami kode budaya dalam kisah Ramayana ini maka kita mengembalikan karya sastra ini dan memandang karya ini sebagai perwujudan nilai-nilai dan peristiwa-peristiwa penting pada jamannya, seperti kehidupan kebudayaan, alam pikiran, susunan tata pemerintahan, kebiasaan adat-istiadat, keadaan kemasyarakatan, dan kegiatan kultural lainnya yang hanya dapat dipahami dalam suatu totalitas kehidupan masyarakat yang telah melahirkannya

0 komentar:

Posting Komentar

Ajining Diri Saka Budi Pekerti lan Kendhaling Lathi

Selasa, 10 Desember 2013

Analisis Kode Sastra

A.              Membaca dan Menilai Sastra oleh A. Teeuw
Membaca dan menilai sebuah karya sastra bukanlah sesuatu yang mudah. Setiap pembaca roman atau puisi, baik modern atau pun klasik, pasti pernah mengalami kesulitan, merasa seakan-akan tidak memahami apa yang dikatakan atau pun dimaksudkan oleh pengarangnya. Proses membaca adalah memberi makna kepada sebuah teks tertentu yang dipilih atau yang dipaksakan kepada kita yakni proses yang memerlukan pengetahuan system kode yang cukup rumit, kompleks, dan aneka ragam. Untuk memahami sebuah karya sastra, pembaca harus menguasai berbagai macam sistem kode, baik kode bahasa, kode budaya, maupun kode sastra (Teeuw, 1983: 15).

1.    Kode Bahasa
Faktor pertama yang dalam model semiotik sastra harus diberi tempat yang selayaknya adalah bahasa, sebagai sistem tanda yang kompleks dan beragam. Bahasa merupakan sistem pembentuk model yang primer, yang mengikat baik penulis maupun pembaca, tidak hanya dalam arti bahwa kedua-duanya harus mengetahui bahasa yang dipakai dalam karya sastra, tetapi juga dalam arti bahwa keistimewaan struktur bahasa itu secara luas membatasi dan sekaligus menciptakan potensi karya sastra dalam bahasa tersebut.

2.    Kode Sastra
Kode sastra adalah kode yang berkenaan dengan hakikat, fungsi sastra, karakteristik sastra, kebenaran imajinatif dalam sastra, sastra sebagai sistem semiotik,sastra sebagai dokumen sosal budaya, dan sebagainya. Menurut Teeuw (1991: 14),sesungguhnya kode sastra itu tidak mudah dibedakan dengan kode budaya, meskipunbegitu, pada prinsipnya keduanya tetap harus dibedakan dalam kegiatan membaca dan memahami teks sastra.

3.    Kode Budaya
Kode budaya adalah pemahaman terhadap latar kehidupan, konteks, dan sistem sosial budaya. Menurut Chapman (1980: 26), kelahiran karya sastra diprakondisikan oleh kehidupan sosial budaya pengarangnya. Karena itu, sikap dan pandangan pengarang dalam karyanya mencerminkan kehidupan sosial budaya masyarakatnya. Sejalan dengan itu, Rachmat Djoko Pradopo (2001: 55- 56), menyatakan bahwa karya sastra sebagai tanda terikat pada konvensi masyarakatnya, karena merupakan cermin realitas budaya masyarakat yang menjadi modelnya.
Untuk memahami kode budaya dalam kisah Ramayana ini maka kita mengembalikan karya sastra ini dan memandang karya ini sebagai perwujudan nilai-nilai dan peristiwa-peristiwa penting pada jamannya, seperti kehidupan kebudayaan, alam pikiran, susunan tata pemerintahan, kebiasaan adat-istiadat, keadaan kemasyarakatan, dan kegiatan kultural lainnya yang hanya dapat dipahami dalam suatu totalitas kehidupan masyarakat yang telah melahirkannya

0 komentar:

Posting Komentar

 
Free Website templatesfreethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesFree Soccer VideosFree Wordpress ThemesFree Web Templates